7 Kasus Pembagian BLSM yang kacau dan Merugikan Rakyat

Mata Internet Dunia: 7 Kasus Pembagian BLSM yang kacau dan Merugikan Rakyat -
7 Kasus Pembagian BLSM yang kacau dan Merugikan Rakyat - Polemik soal Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) tak pernah berakhir. Para politikus keras mengkritisi kebijakan sebagai konpensasi kenaikan bahan bakar minyak ini. Mereka berdebat mempertanyakan manfaat BLSM untuk rakyat.

Partai Keadilan Sejahtera menuding BLSM hanya pencitraan. Ketua Fraksi PKS DPR Hidayat Nur Wahid menyindir BLSM kepanjangan dari 'Beli Langsung Suara Masyarakat'.

Pemerintah menggelontorkan dana Rp 9,3 triliun untuk program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). 15,5 juta rumah tangga miskin akan menerima bantuan yang dibagi sebesar Rp 150 ribu per bulan.

Para politikus sibuk berdebat. Toh, rakyat juga yang merasakan. BLSM yang diklaim lebih baik dari Bantuan Langsung Tunai (BLT), ini ternyata masih amburadul pendataannya.

Sejumlah rakyat miskin tak dapat jatah. Justru orang bermobil yang dapat. Celakanya lagi, data yang sudah masuk tak bisa ditambah. Maka mereka cuma bisa menjerit.

Berikut kisah amburadulnya pembagian BLSM,dikutip dari Merdeka:

1. Buruh cuci protes orang kaya dapat BLSM
Buruh cuci protes orang kaya dapat BLSM
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kembali bermasalah karena tak tepat sasaran. Kali ini terjadi di Bengkulu, sejumlah warga miskin di Kelurahan Kebun Beler dan Kebun Kenanga yang bekerja sebagai tukang cuci, pengumpul barang bekas dan tukang potong rumput tak terdaftar sebagai penerima BLSM.

"Kami ini ada yang tukang pengumpul barang bekas, tukang potong rumput, tukang cuci, tapi tidak dapat bantuan," kata Yanti, warga RT 7 Kelurahan Kebun Beler, Kecamatan Ratu Agung, Bengkulu seperti dilansir Antara, Rabu (26/6).

Yanti emosi sebab warga yang sudah jelas-jelas membutuhkannya tidak dapat BLSM. Namun, warga kalangan menengah ke atas yang memiliki mobil malah terdaftar.

"Kami yang miskin tidak dapat bantuan, tapi yang punya mobil dapat BLSM," teriak Yanti.

2. Petugas dikejar pakai golok
Petugas dikejar pakai golok
Petugas pendistribusian kartu perlindungan sosial (KPS) program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), dari kantor Pos Bekasi dikejar warga yang membawa senjata tajam. Diduga, orang tersebut emosi lantaran tak mendapat jatah kompensasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Kepala Kanto Pos Bekasi, Ahmad Mubaidi mengatakan, kejadian itu berlangsung di salah satu kecamatan di Kabupaten Bekasi yang penerima BLSM-nya mencapai 10 ribu kepala keluarga. Dia menceritakan, kejadian berawal ketika petugas yang sedang berboncengan dengan kepala dusun menggunakan sepeda motor dikejar warga menggunakan senjata tajam.

"Petugas sedang boncengan dengan kepala dusun, dikejar-kejar oleh warga membawa golok. Diduga (warga) yang nggak dapat BLSM," kata Ahmad di Bekasi, Rabu (26/06).

Akibat peristiwa itu, petugas batal mendistribusikan KPS yang menjadi syarat utama pengambilan BLSM di kantor pos yang ditunjuk. Pembatalan itu demi alasan keselamatan.

3. Data ketinggalan zaman, orang miskin rugi
Data ketinggalan zaman, orang miskin rugi
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kendal, Enny Widaryanti mengatakan jumlah keluarga miskin di Kendal mencapai sekitar 116 ribu. Namun, setelah diverifikasi oleh pusat yang bakal menerima BLSM hanya sebanyak 59.133 keluarga miskin saja.

"Ya kemungkinan masih banyak warga miskin yang tidak bisa menerima BLSM tetap karena data yang dipakai adalah data statistik 2011 lalu," katanya saat dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (26/6).

Enny menyatakan pembagian BLSM nantinya akan menimbulkan masalah baru. Data yang diserahkan TNP2K sebanyak 59.133 warga yang mendapatkan BLSM ternyata dinilai tidak tepat sasaran.

"Ada warga yang mampu ekonominya tapi mendapatkan BLSM sedangkan warga yang miskin justru tidak mendapatkannya. Sementara ini desa yang belum membagikan kartu tersebut, kami minta tunda dulu. Namun, jika sudah ada yang dibagikan, kami berharap warga yang merasa hidupnya sudah mampu atau kaya segera mengembalikan kartu tersebut," tambahnya.

4. Kades di Garut terpaksa tolak BLSM
Kades di Garut terpaksa tolak BLSM
Delapan Kepala Desa, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Jabar, menyatakan menolak Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dari pemerintah pusat.

"Sikap kepala desa ini mungkin karena adanya ketidak jelasan data penerima BLSM," kata Camat Pangatikan, Asep Rahmat Solihin, kepada wartawan, Rabu.

Dia menuturkan, para Kades menolak BLSM tersebut setelah puluhan warga melakukan aksi ke Kantor Desa Sukarasa menanyakan pembagian BLSM. Pihak Kecamatan, kata Asep, segera melakukan musyawarah dengan seluruh kepala desa untuk membahas program BLSM yang digulirkan oleh Pemerintah Pusat.

Dia mengungkapkan, belum memiliki data orang atau kepala keluarga yang berhak menerima BLSM, karena dalam pendataannya tidak melibatkan aparat setempat. Asep khawatir, hasil pendataan penerima BLSM menyisakan kekecewaan terhadap masyarakat yang benar miskin tetapi tidak terdaftar sebagai penerima BLSM.

5. Pemerintah tak mau tambah penerima BLSM
Pemerintah tak mau tambah penerima BLSM
Ada sejumlah masalah terhadap program proteksi pasca kenaikan BBM bersubsidi tersebut. Di antaranya ada beberapa warga yang belum mendapatkan kartu perlindungan sosial (KPS) sehingga tidak bisa mendapatkan BLSM.

"Kami menyadari, tentu dalam pelaksanaan ada ketidaksempurnaan karena menyangkut pekerjaan masif dan besar, ini menyangkut 15,5 juta keluarga," kata Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat di Kantor Wapres, Jl Veteran III, Jakarta, Rabu (26/6).

Pemerintah pun tidak bisa melakukan penambahan jumlah penerima karena sudah menjadi keputusan bersama dengan DPR. Warga yang tidak kebagian BLSM hanya bisa mengajukan diri melalui musyawarah desa atau kelurahan, itu pun dengan kondisi ada yang bersedia diganti namanya.

"Kalau ada penambahan atau pengurangan bisa, asal kuota sama. Mungkin saja ada warga yang merasa sudah cukup kaya sehingga tidak perlu BLSM dan dia sukarela keluar, atau melalui keputusan musyawarah desa atau kelurahan. Mereka yakin bahwa orang ini tidak berhak, jadi bisa digantikan," paparnya.

6. Menteri kaget penerima BLSM punya handphone
Menteri kaget penerima BLSM punya handphone
Menteri ESDM Jero Wacik ingin menyerahkan kartu dengan memanggil salah seorang penerima BLSM. Dia nampak terkejut ketika mengetahui penerima BLSM memiliki telepon genggam.

Penerima BLSM adalah masyarakat miskin dan tidak mampu. Salah satu indikator miskin dan tidak mampu adalah tidak memiliki telepon genggam. "Orang miskin salah satunya tidak punya handphone. Tapi kok ini punya? Ya sudah ndak papa," ujar Jero di Denpasar diiringi tawa.

Keterkejutan Jero berulang. Pada saat memanggil penerima kedua, dia kaget ketika penerima BLSM berpakaian rapi dan bersih. Padahal jika merujuk definisi miskin dan tidak mampu, umumnya penerima lainnya didominasi warga berpakaian lusuh.

"Ini rapi bersih dan jegeg (cantik) kok dapet BLSM?," candanya.

7. Warkem, janda miskin tak dapat BLSM
Warkem, janda miskin tak dapat BLSM
Menerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) bagi masyarakat miskin menjadi harapan terakhir setelah kenaikan harga BBM. Sayangnya, Warkem (65 tahun), Nenek tua yang sangat miskin ini tidak kebagian jatah BLSM.

Warkem yang hidup sebatang kara, tidak bisa melakukan aktivitas apa pun. Dia tinggal di rumah berukuran 4x5 meter di RT 03/ RW 01 Desa Rempoah, Kecamatan Baturraden, Banyumas Jawa Tengah.

Tak ada ruang tamu di rumahnya. Hanya kamar tidur yang menyatu dengan dapur. Sedangkan untuk kegiatan mandi cuci kakus (MCK), Warkem bergantung pada sungai yang mengalir tak jauh dari tempat tinggalnya.

Selama ini, Warkem hanya hidup mengandalkan bantuan masyarakat sekitar yang mengirimkan sayur mayur atau lauk pauk. Tetangga Warkem, Sri Haryati (38) mengatakan setiap hari mengantarkan makanan kepada Warkem.

Related Posts: 7 Kasus Pembagian BLSM yang kacau dan Merugikan Rakyat

Blog Archive