7 Wilayah yang paling Miskin di Negara Indonesia

Mata Internet Dunia: 7 Wilayah yang paling Miskin di Negara Indonesia -
Di kesempatan ini saya mau nulis tentang 7 Wilayah yang paling Miskin di Negara Indonesia yang masih tinggi tingkat kemiskinannya. Bukannya apa sih Gan, saya kan orang Banten nih gan, terus tadi pagi ane ngeliat berita klo Banten udah jadi provinsi 13 tahun, dan di artikelnya nyebutin klo Banten belom makmur gitu. 

 Saya sih ngeliat secara objektif aja ya. Menurut saya, itungan tahun ga bisa ngejadiin suatu provinsi dihitung langsung makmur. Soalnya, proses makmurin suatu provinsi itu ga gampang gan. Kenapa karena yang namanya Gubernur banyak banget gan yang godain ama gangguin
 
Visi dan misinya. Maklum gan, jabatan Gubernur itu jabatan politik, jadi pasti digangguin ama lawan politiknya Gan. Ini sih gan yang bikin ane miris. Politik udah ga ngeliat lagi kemakmuran rakyat, malah saling ngejatuhin, bukan saling dukung berikut 7 Wilayah yang paling Miskin di Negara Indonesia seperti dikutip dari berbagai sumber.

1. Papua (Papua Barat dan Papua) Jadi Provinsi tahun 1963 – Tingkat Kemiskinan 30,66%
Papua (Papua Barat dan Papua) Jadi Provinsi tahun 1963 – Tingkat Kemiskinan 30,66%
Papua adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Nugini bagian barat atau west New Guinea. Papua juga sering disebut sebagai Papua Barat karena Papua bisa merujuk kepada seluruh pulau Nugini termasuk belahan timur negara tetangga, east New Guinea atau Papua Nugini. Papua Barat adalah sebutan yang lebih disukai para nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Provinsi ini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, 
 
namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi 'Papua' sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua. Pada masa era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea).
 
Asal kata Irian adalah Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland. Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli. Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai protes, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama 'Papua' sedangkan bagian baratnya menjadi Irian Jaya Barat. Tingkat Kemiskinan

2. Nusa Tenggara Timur. Terbentuk menjadi Provinsi tahun 1960 – Tingkat Kemiskinan 20,41%
Nusa Tenggara Timur. Terbentuk menjadi Provinsi tahun 1960 – Tingkat Kemiskinan 20,41%
Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, Timor Barat. Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di Nusa Tenggara Timur adalah Flores, Sumba dan Timor Barat. Provinsi ini menempati bagian barat pulau Timor. Sementara bagian timur pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia yang ke-27, yaitu Timor Timur yang merdeka menjadi negara Timor Leste pada tahun 2002.

3. Aceh. Terbentuk menjadi Provinsi Pada Tahun 1949 – Tingkat Kemiskinan 18,58%
Aceh. Terbentuk menjadi Provinsi Pada Tahun 1949 – Tingkat Kemiskinan 18,58%
Pada akhir tahun 1949 Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Propinsi Sumatera Utara dan selanjutnya ditingkatkan statusnya menjadi Propinsi Aceh. Teungku Muhammad Daud Beureueh yang sebelumnya sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo diangkat menjadi Gubernur Propinsi Aceh. beberapa waktu kemudian, berdasarkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950 propinsi Aceh kembali menjadi Keresidenan sebagaimana halnya pada awal kemerdekaan. 
 
Perubahan status ini menimbulkan gejolak politik yang menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat. Keinginan pemimpin dan rakyat Aceh ditanggapi oleh Pemerintah sehingga dikeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan kembali propinsi Aceh yang meliputi seluruh wilayah bekas keresidenan Aceh. Dengan dikeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, status Propinsi Aceh menjadi Daerah Swatantra Tingkat I dan pada tanggal 27 Januari 1957 A. Hasjmy dilantik sebagai Gubernur Propinsi Aceh.
 
Namun gejolak politik di Aceh belum seluruhnya berakhir. Untuk menjaga stabilitas Nasional demi persatuan dan kesatuan bangsa, melalui misi Perdana Menteri Hardi yang dikenal dengan nama MISSI HARDI tahun 1959 dilakukan pembicaraan yang berhubungan dengan gejolak politik, pemerintahan dan pembangunan daerah Aceh. Hasil misi tersebut ditindak lanjuti dengan keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959. Maka sejak tanggal 26 Mei 1959 Daerah Swatantra Tingkat I atau Propinsi Aceh diberi status “Daerah Istimewa”
 
 dengan sebutan lengkap Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dengan predikat tersebut, Aceh memiliki hak-hak otonomi yang luas dalam bidang agama, adat dan pendidikan. status ini dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965. Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintah pada masa lalu yang menitik beratkan pada sistem yang terpusat dipandang sebagai sumber bagi munculnya ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kondisi yang demikian ini memunculkan pergolakan.
 
 Hal ini ditanggapi oleh pemerintah pusat dengan pemberian Otonomi Khusus dengan disahkannya Undang-Undang no. 18 tahun 2002 dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh berubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 46 Tahun 2009 tentang Penggunaan Sebutan Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan alam Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Aceh tertanggal 7 April 2009, ditegaskan bahwa sebutan Daerah Otonom, Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Nomenklatur dan Papan Nama Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), Titelatur Penandatangan, 
 
Stempel Jabatan dan Stempel Instansi dalam Tata Naskah Dinas di lingkungan Pemerintah Aceh, diubah dan diseragamkan dari sebutan/nomenklatur "Nanggroe Aceh Darussalam" ("NAD") menjadi sebutan/nomenklatur " Aceh ". Ini dilakukan sambil menunggu ketentuan dalam Pasal 251 UU Pemerintahan Aceh yang menyatakan bahwa nama Aceh sebagai provinsi dalam sistem NKRI, akan ditentukan oleh DPRA hasil Pemilu 2009.

4. Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi tahun 1958 – Tingkat kemiskinan 18,02%
Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi tahun 1958 – Tingkat kemiskinan 18,02%
Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Sesuai dengan namanya, provinsi ini meliputi bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Dua pulau terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok. Sebagian besar dari penduduk Lombok berasal dari suku Sasak, sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara Barat beragama Islam (96%).

5. Bengkulu Tingkat Kemiskinan Menjadi Provinsi Pada Tahun 1968 17,51 %
Bengkulu Tingkat Kemiskinan Menjadi Provinsi Pada Tahun 1968 17,51 %
Sebagian wilayah Bengkulu, juga pernah berada dibawah kekuasaan Kerajaan Inderapura semenjak abad ke-17.British East India Company (EIC) sejak 1685 mendirikan pusat perdagangan lada Bencoolen/Coolen yang berasal dari bahasa inggris "Cut Land" yang berarti tanah patah wilayah ini adalah wilayah patahan gempa bumi yang paling aktif di dunia dan kemudian gudang penyimpanan di tempat yang sekarang menjadi Kota Bengkulu. 
 
Saat itu, ekspedisi EIC dipimpin oleh Ralph Ord dan William Cowley untuk mencari pengganti pusat perdagangan lada setelah Pelabuhan Banten jatuh ke tangan VOC, dan EIC dilarang berdagang di sana. Traktat dengan Kerajaan Selebar pada tanggal 12 Juli 1685 mengizinkan Inggris untuk mendirikan benteng dan berbagai gedung perdagangan. Benteng York didirikan tahun 1685 di sekitar muara Sungai Serut. Sejak 1713, dibangun benteng Marlborough (selesai 1719) yang hingga sekarang masih tegak berdiri. Namun demikian, perusahaan ini lama kelamaan menyadari tempat itu tidak menguntungkan karena tidak bisa menghasilkan lada dalam jumlah mencukupi.
 
 Sejak dilaksanakannya Perjanjian London pada tahun 1824, Bengkulu diserahkan ke Belanda, dengan imbalan Malaka sekaligus penegasan atas kepemilikan Tumasik/Singapura dan Pulau Belitung).[2] Sejak perjanjian itu Bengkulu menjadi bagian dari Hindia Belanda. Penemuan deposit emas di daerah Rejang Lebong pada paruh kedua abad ke-19 menjadikan tempat itu sebagai pusat penambangan emas hingga abad ke-20.
 
Saat ini, kegiatan penambangan komersial telah dihentikan semenjak habisnya deposit. Pada tahun 1930-an, Bengkulu menjadi tempat pembuangan sejumlah aktivis pendukung kemerdekaan, termasuk Sukarno. Di masa inilah Sukarno berkenalan dengan Fatmawati yang kelak menjadi isterinya. Setelah kemerdekaan Indonesia, Bengkulu menjadi keresidenan dalam provinsi Sumatera Selatan. Baru sejak tanggal 18 November 1968 ditingkatkan statusnya menjadi provinsi ke-26.

6. Yogyakarta, Menjadi provinsi pada tahun 1950. Tingkat Kemiskinan 15,88%.
Yogyakarta, Menjadi provinsi pada tahun 1950. Tingkat Kemiskinan 15,88%.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepadaPresiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
 
Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan 
 
Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah,
 
Dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting.
 
Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946sampai dengan tanggal 27 Desember 1949[8] pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam IX, yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat istiadatJawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.

7. Lampung, jadi Provinsi 1964. Tingkat Kemiskinan 11,65%
Lampung, jadi Provinsi 1964. Tingkat Kemiskinan 11,65%
Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung denganProvinsi Sumatera Selatan.
 
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan
 
potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda

Related Posts: 7 Wilayah yang paling Miskin di Negara Indonesia

Blog Archive