Mata Internet Dunia: 5 Penyebab Utama Kerusuhan Lapas sering terjadi di Indonesia -
Over capacity alias kelebihan kapasitas selalu menjadi penyebab utama kerusuhan di lapas terjadi. Bayangkan saja, Rutan Salemba Jakarta yang berkapasitas 1.500 dihuni 3.500 napi dan tahanan. Sementara Lapas Cipinang yang berkapasitas 880 napi dihuni 2.900 napi.
Rata-rata, lapas di Indonesia dihuni para napi dan tahanan yang berjumlah tiga hingga empat kali lipat dari kapasitas awal.
Di Lapas Labuhan Ruku misalnya, Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi mengatakan, persentase kelebihan kapasitas napi di lapas itu mencapai 400 persen.
"Lapas itu idealnya hanya untuk menampung sekitar 300 warga binaan.Tapi kekinian, terdapat 867 napi di dalam lapas tersebut," ujarnya.
Sementara ketika kerusuhan terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Wamenkum HAM Denny Indrayana mengatakan total ada 2.600 napi dan tahanan dari kapasitas 1.054 orang.
Dengan penghuni yang melebihi kemampuan lapas, akibat selanjutnya adalah fasilitas dan pelayanan lapas menjadi tidak optimal. Fasilitas dasar seperti air, listrik, hingga makanan menjadi pemicu kerusuhan.
Hal itulah yang menjadi pemicu ketika pada 11 Juli 2013, ribuan napi di Lapas Tanjung Gusta mengamuk. Ketika itu, listrik padam sehingga air di lapas tidak ada. Para napi yang hendak mandi dan beribadah kesulitan. Mereka menuangkan kekecewaan mereka dengan cara membuat kerusuhan.
Jumlah penghuni lapas yang tiga sampai empat kali lipat dari kapasitas, membuat perbandingan jumlah sipir dan petugas keamanan lapas sangat timpang.
Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan saat ini mereka hanya memiliki sipir sebanyak 11.800 orang. Sedangkan jumlah narapidana sebanyak 119.000 orang.
"Secara nasional, 1 petugas menjaga 55 warga binaan, tentu saja hal ini dengan perhitungan memang kurang (tenaga sipir)," ujar Wamenkum HAM Denny Indrayana di kantornya, Rabu (17/7).
Menurut Denny, dari jumlah warga binaan di seluruh Indonesia, narapidana kasus narkotika berjumlah hampir 54.000 orang.
Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menilai, mental aparat menjadi salah satu penyebab kerusuhan di lapas. Seringkali perlakuan istimewa? diberikan petugas terhadap para napi yang memiliki uang. Akibatnya, kecemburuan sosial pun timbul.
"Di penjara, kita tahu lah, ada slogan, 'apapun bisa kalau ada uang.' Ini kan berbahaya. Kalau ada kemauan dari warga binaan dan mental aparat seperti itu, maka permasalahan tidak akan pernah selesai," kata Trimedya dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (13/7).
Ini menjadi salah satu pemicu utama saat kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengakui Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 99 Tahun 2012 sebagai pemicu insiden pembakaran Lapas yang menewaskan lima orang tersebut.
"Secara keseluruhan tuntutan napi sangat simple, mereka menuntut PP 99 dicabut karena mereka keberatan, biasanya mereka mendapat remisi tetapi setelah ada PP 99 itu, mereka tak lagi mendapat remisi. Kami akan mempertimbangkan PP itu asas berlaku surut," ujar Amir usai melakukan pertemuan dengan perwakilan napi di Rumah Barang Sitaan (Rubasan) Tanjung Gusta, Medan, Jumat (12/7).
Sementara Wamenkum HAM Denny Indrayana membantah persoalan PP Nomor 99 Tahun 2012 menjadi pemicu utama kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta. Menurutnya, mengkambinghitamkan sebuah aturan adalah hal yang keliru.
Hanya berselang satu bulan sejak Lapas Tanjung Gusta, Medan dibakar dan ratusan narapidana kabur, kerusuhan kembali terjadi di Lapas Labuhan Ruku, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Rusuh di lapas terus berulang dan seolah menjalar dari satu lapas ke lapas lainnya. Belum lagi kasus kaburnya napi dan yang paling menggegerkan adalah ada 'pabrik sabu' di dalam Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta saat Menkum HAM Amir Syamsuddin melakukan inspeksi mendadak pada awal Agustus lalu.
Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang bertanggung jawab seolah tidak berdaya menangani masalah ini. Masing-masing lapas seolah menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja menjadi kerusuhan.
Kasus kerusuhan di Lapas Labuhan Ruku hingga kini belum diketahui penyebab utamanya. Namun, dari beberapa peristiwa sebelumnya, 5 Penyebab Utama Kerusuhan Lapas sering terjadi di Indonesia,dikutip dari Merdeka:
Rusuh di lapas terus berulang dan seolah menjalar dari satu lapas ke lapas lainnya. Belum lagi kasus kaburnya napi dan yang paling menggegerkan adalah ada 'pabrik sabu' di dalam Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta saat Menkum HAM Amir Syamsuddin melakukan inspeksi mendadak pada awal Agustus lalu.
Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang bertanggung jawab seolah tidak berdaya menangani masalah ini. Masing-masing lapas seolah menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja menjadi kerusuhan.
Kasus kerusuhan di Lapas Labuhan Ruku hingga kini belum diketahui penyebab utamanya. Namun, dari beberapa peristiwa sebelumnya, 5 Penyebab Utama Kerusuhan Lapas sering terjadi di Indonesia,dikutip dari Merdeka:
1. Kelebihan kapasitas
Over capacity alias kelebihan kapasitas selalu menjadi penyebab utama kerusuhan di lapas terjadi. Bayangkan saja, Rutan Salemba Jakarta yang berkapasitas 1.500 dihuni 3.500 napi dan tahanan. Sementara Lapas Cipinang yang berkapasitas 880 napi dihuni 2.900 napi.
Rata-rata, lapas di Indonesia dihuni para napi dan tahanan yang berjumlah tiga hingga empat kali lipat dari kapasitas awal.
Di Lapas Labuhan Ruku misalnya, Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi mengatakan, persentase kelebihan kapasitas napi di lapas itu mencapai 400 persen.
"Lapas itu idealnya hanya untuk menampung sekitar 300 warga binaan.Tapi kekinian, terdapat 867 napi di dalam lapas tersebut," ujarnya.
Sementara ketika kerusuhan terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Wamenkum HAM Denny Indrayana mengatakan total ada 2.600 napi dan tahanan dari kapasitas 1.054 orang.
2. Fasilitas dan pelayanan lapas tidak optimal
Dengan penghuni yang melebihi kemampuan lapas, akibat selanjutnya adalah fasilitas dan pelayanan lapas menjadi tidak optimal. Fasilitas dasar seperti air, listrik, hingga makanan menjadi pemicu kerusuhan.
Hal itulah yang menjadi pemicu ketika pada 11 Juli 2013, ribuan napi di Lapas Tanjung Gusta mengamuk. Ketika itu, listrik padam sehingga air di lapas tidak ada. Para napi yang hendak mandi dan beribadah kesulitan. Mereka menuangkan kekecewaan mereka dengan cara membuat kerusuhan.
3. Jumlah sipir minim
Jumlah penghuni lapas yang tiga sampai empat kali lipat dari kapasitas, membuat perbandingan jumlah sipir dan petugas keamanan lapas sangat timpang.
Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan saat ini mereka hanya memiliki sipir sebanyak 11.800 orang. Sedangkan jumlah narapidana sebanyak 119.000 orang.
"Secara nasional, 1 petugas menjaga 55 warga binaan, tentu saja hal ini dengan perhitungan memang kurang (tenaga sipir)," ujar Wamenkum HAM Denny Indrayana di kantornya, Rabu (17/7).
Menurut Denny, dari jumlah warga binaan di seluruh Indonesia, narapidana kasus narkotika berjumlah hampir 54.000 orang.
4. Mental sipir lapas
Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menilai, mental aparat menjadi salah satu penyebab kerusuhan di lapas. Seringkali perlakuan istimewa? diberikan petugas terhadap para napi yang memiliki uang. Akibatnya, kecemburuan sosial pun timbul.
"Di penjara, kita tahu lah, ada slogan, 'apapun bisa kalau ada uang.' Ini kan berbahaya. Kalau ada kemauan dari warga binaan dan mental aparat seperti itu, maka permasalahan tidak akan pernah selesai," kata Trimedya dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (13/7).
5. PP 99 tentang pengetatan remisi
Ini menjadi salah satu pemicu utama saat kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengakui Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 99 Tahun 2012 sebagai pemicu insiden pembakaran Lapas yang menewaskan lima orang tersebut.
"Secara keseluruhan tuntutan napi sangat simple, mereka menuntut PP 99 dicabut karena mereka keberatan, biasanya mereka mendapat remisi tetapi setelah ada PP 99 itu, mereka tak lagi mendapat remisi. Kami akan mempertimbangkan PP itu asas berlaku surut," ujar Amir usai melakukan pertemuan dengan perwakilan napi di Rumah Barang Sitaan (Rubasan) Tanjung Gusta, Medan, Jumat (12/7).
Sementara Wamenkum HAM Denny Indrayana membantah persoalan PP Nomor 99 Tahun 2012 menjadi pemicu utama kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta. Menurutnya, mengkambinghitamkan sebuah aturan adalah hal yang keliru.