Mata Internet Dunia: 5 Mitos seputar Misteri Pesugihan Gunung Kawi -
Gunung Kawi adalah sebuah gunung berapi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia, dekat dengan Gunung Butak. Di sini kita tidak akan menemukan suasana gunung yang sepi, tapi justru kita akan disuguhi sebuah pemandangan mirip di negeri tiongkok zaman dulu.
Di sepanjang jalan kita akan menemui bangunan bangunan dengan arsitektur khas Tiongkok, dimana terdapat sebuah kuil/klenteng tempat untuk bersembahyang atau melakukan ritual khas Kong Hu Cu.
Beberapa orang pada hari-hari tertentu, banyak melakukan ritual pesugihan yang dipercaya membawa berkah bagi yang melakukannya. Berikut kami rangkum 5 mitos tentang pesugihan Gunung Kawi, sebagai berikut.
1. Jumat Legi dan 12 Suro
Para pengunjung banyak melakukan ritual pada hari Jumat Legi yaitu merupakan hari pemakaman Eyang Jugo (Kyai Zakaria II) dan tanggal 12 bulan Suro yaitu hari memperingati wafatnya Eyang Sujo (Raden Mas Iman Sudjono). Keduanya merupakan pembantu dari Pangeran Diponegoro.
Di dalam bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam.
Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan.
2. Rumah Eyang Sujo
Rumah Eyang Sujo berbentuk padepokan. Rumah ini digunakan untuk dakwah Islam, ajaran moral Kejawen, keterampilan bercocok tanam, pengobatan, ilmu kesaktian, dan lain-lain. Sepeninggalnya Eyang Sujo, rumah ini ditempati oleh pengikut terdekatnya yang bernama Ki Maridun.
Di tempat ini terdapat berbagai peninggalan yang dikeramatkan milik Eyang Sujo, antara lain adalah bantal dan guling yang berbahan batang pohon kelapa, serta tombak pusaka semasa perang Diponegoro.
3. Guci Kuno
Pada zaman dulu, Eyang Jugo menggunakan guci kuno ini untuk menyimpan air suci yang akan digunakan untuk pengobatan. Masyarakat setempat sering menyebut guci tersebut dengan nama 'janjam'.
Guci kuno ini sekarang diletakkan di samping kiri pesarean (makam). Masyarakat meyakini bahwa dengan meminum air dari guci ini akan membuat seseorang menjadi awet muda.
4. Pohon Dewandaru
Di area pemakaman terdapat pohon yang dianggap akan mendatangkan keberuntungan. Pohon ini disebut pohon dewandaru (pohon kesabaran). Pohon yang termasuk jenis cereme Belanda ini biasa disebut sebagai shian-to atau pohon dewa oleh orang-orang Tionghoa.
Para peziarah menunggu dahan, buah, dan daun jatuh dari pohon Dewandaru ini. Begitu ada yang jatuh, mereka akan memanfaatkannya sebagai azimat. Biasanya daun atau buahnya dibungkus dengan selembar uang kemudian disimpan ke dalam dompet.
Masyarakat percaya jika azimat tersebut dapat membantu menambah kekayaan. Namun, untuk mendapatkan daun dan buah dewandaru diperlukan kesabaran. Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan.
5.Petilasan Prabu Sri Kameswara
Tempat ini lebih dikenal dengan nama keraton. Lokasinya berada di ketinggian 700 meter. Untuk mencapai tempat ini, diperlukan perlu waktu setengah jam dari makam Eyang Bujo dan Sujo.
Pada tahun 1200 masehi, lokasi ini pernah menjadi tempat pertapaan Prabu Kameswara, pangeran dari Kerajaan Kediri yang beragama Hindu, saat tengah menghadapi kemelut politik kerajaan. Konon, setelah bertapa di tempat ini, sang prabu berhasil menyelesaikan kekacauan politik di kerajaannya.
Kini petilasan ini dijadikan oleh beberapa orang sebagai tempat pemujaan dan banyak dilakukan praktek pesugihan di tempat ini.