Mata Internet Dunia: 5 Mitos Menikah saat Menjalani Kuliah -
Padahal disisi lain juga masih banyak yang bisa melanjutkan kuliah sampai selesai walaupun harus mengurus rumah tangga. Contohnya sangat banyak. Bahkan kakak kelas saya bisa menyelesaikan skripsinya lebih cepat dibandingkan dengan teman-temannya yang belum menikah. Termasuk teman-teman
Ini tulisan ane sadur dari artikel temen gue yang pengen banget menikah, sangking kepengennya dia cari mitos-mitos yang termentahkan oleh teori-teori yang dipelajarinya. Ane tertarik bagi, dan check this out Gan!!! Menikah muda bukanlah hal baru dalam kehidupan kita. Seiring perkembangan zaman, saat ini menikah muda lebih sedikit jika dibandingkan dengan zaman dulu.
Aku masih ingat, ketika ibuku bercerita bahwa kebanyakan teman beliau menikah saat lulus SD. Bahkan ada juga murid SD ayahku yang putranya lebih tua dibandingkan aku. Padahal aku adalah anak pertama dari ibu dan ayahku. Itu bukanlah hal yang tabu di masa itu. Namun sekarang, hal itu menjadi agak tabu. Persaingan yang semakin ketat di zaman ini telah membuat kebanyakan orang tua mengharuskan anaknya menyelesaikan kuliah dulu sebelum menikah.
Sah-sah saja bagi orang tua yang menginginkan anaknya lulus kuliah dulu, kemudian menikah. Toh, itu juga untuk kebaikan kehidup anaknya kelak. Namun, akan sangat ironi jika harapan orang tua kepada anaknya kandas di tengah jalan hanya karena pergaulan saat ini yang bisa dibilang “kurang sehat” diantara lawan jenis. Jangankan perguruan tinggi yang umum, dibeberapa perguruan tinggi yang bernotabene Islam saja masih mencuat kasus “kimpoi” sebelum menikah. Sehingga budaya LKMD (Lamaran Keri Meteng Disik) sudah tak asing lagi dikalangan masyarakat.
Sungguh ironi. Melihat menjamurnya pergaulan yang sedemikian rupa, tak jarang membuat orang tua resah terhadap anaknya. Apalagi jika memiliki seorang anak putri yang rentan akan godaan. Mungkin ada harapan anaknya ingin segera dinikahkan semasa kuliah untuk membentengi dirinya dari pergaulan bebas. Namun terkadang masih ada keraguan-keraguan yang menghambat sehingga membuat orang tua canggung untuk melangkah.
Sah-sah saja bagi orang tua yang menginginkan anaknya lulus kuliah dulu, kemudian menikah. Toh, itu juga untuk kebaikan kehidup anaknya kelak. Namun, akan sangat ironi jika harapan orang tua kepada anaknya kandas di tengah jalan hanya karena pergaulan saat ini yang bisa dibilang “kurang sehat” diantara lawan jenis. Jangankan perguruan tinggi yang umum, dibeberapa perguruan tinggi yang bernotabene Islam saja masih mencuat kasus “kimpoi” sebelum menikah. Sehingga budaya LKMD (Lamaran Keri Meteng Disik) sudah tak asing lagi dikalangan masyarakat.
Sungguh ironi. Melihat menjamurnya pergaulan yang sedemikian rupa, tak jarang membuat orang tua resah terhadap anaknya. Apalagi jika memiliki seorang anak putri yang rentan akan godaan. Mungkin ada harapan anaknya ingin segera dinikahkan semasa kuliah untuk membentengi dirinya dari pergaulan bebas. Namun terkadang masih ada keraguan-keraguan yang menghambat sehingga membuat orang tua canggung untuk melangkah.
Ada beberapa mitos yang menghambat mereka untuk melangsungkannya. Setidaknya ada 5 mitos yang seringkali menjadi momok dan membuat orang tua atau mahasiswa ragu untuk melangsungkan pernikahan disaat kuliah.
Padahal jika memang baik untuk disegerakan, mengapa tidak. Daripada nantinya akan menimbulkan fitnah karena terlarut dalam pergaulan yang “kurang sehat” di zaman ini. Ke lima mitos itu antara lain berikut 5 Mitos Menikah saat Menjalani Kuliah dikutip berbagai sumber and lihat.co.id:
1. Menikah Menggangu Konsentrasi Belajar
[lihat.co.id] - Banyak yang masih beranggapan bahwa menikah dapat menganggu proses belajar selama kuliah. Apakah benar? Menurut hasil survey yang saya lakukan kepada teman-teman seangkatan saya yang kuliah, mereka menyampaikan tidak terganggu dalam belajar. Bahakan seringkali pasangannya ikut membantu
ketika ada tugas kuliah maupun skripsi. Bahkan tak jarang, teman saya masih tetap kuliah mulai dari menikah sampai melahirkan. Dan mereka tetap bisa belajar dengan baik layaknya mahasiswa lain yang belum menikah. Malah mereka diuntungkan dengan adanya partner dalam belajar. Kalo sudah nikah,
rasanya lebih enak karena ada tempat untuk sharing. Malahan ada yang bantu ngerjain tugas kuliah. Ujar Mbak Day saat diwawancarai. Dia adalah temen sekelasku yang menikah saat masih kuliah.
2. Menikah dini rawan perceraian Karena masih labil
[lihat.co.id] - Ini adalah sebuah mitos yang belum bisa dijadikan acuan. Tak semua kasus perceraian karena usia. Bahkan yang sudah berusia tua pun masih sangat mungkin bercerai. Kebanyakan yang cerai saat menikah dini, lebih disebabkan karena kurangya perisapan ketika menikah. Ntah itu dari sisi finansial, alat reproduksi, ilmu dan wawasan. Kelabilan mereka lebih disebabkan karena sejak dini tidak pernah dilatih untuk mandiri. Lebih-lebih kurangnya ilmu dan wawasan yang dimiliki belum cukup untuk menjadi bekal dalam melangsungkan pernikahan.
Menikah adalah suatu yang tidak bisa dijadikan main-main. Butuh persiapan yang tidak sederhana untuk bisa memasukinya. Namun, dengan ilmu, wawasan, serta pengalaman yang cukup akan membuat kondisi jiwa seorang remaja menjadi dewasa dan stabil.
Jadi yang menjadi permasalahan bukanlah usia dini pernikahannya, namun kurangnya persiapan dalam pelaksanaanya. Karena itulah, sebelum memutuskan untuk menikah dini, hendaknya orang tua melihat siapa anaknya dan siapa yang akan meminangnya. Utamakan ilmu, kedewasaanya dalam bersikap dan berpikir serta ketakwaanya. Niscaya hidup berumah tangga akan harmony walaupun menikah di usia dini.
Menikah adalah suatu yang tidak bisa dijadikan main-main. Butuh persiapan yang tidak sederhana untuk bisa memasukinya. Namun, dengan ilmu, wawasan, serta pengalaman yang cukup akan membuat kondisi jiwa seorang remaja menjadi dewasa dan stabil.
Jadi yang menjadi permasalahan bukanlah usia dini pernikahannya, namun kurangnya persiapan dalam pelaksanaanya. Karena itulah, sebelum memutuskan untuk menikah dini, hendaknya orang tua melihat siapa anaknya dan siapa yang akan meminangnya. Utamakan ilmu, kedewasaanya dalam bersikap dan berpikir serta ketakwaanya. Niscaya hidup berumah tangga akan harmony walaupun menikah di usia dini.
Jika masih labil ya menikah agar bisa stabil” ujuar A. Rifa’i Rif’an dalam sebuah statusnya di FB. Atau dalam bahasa lain, “jika belum matang, ya menikah agar bisa matang”. Beliau adalah salah satu mahasiswa teladan yang menikah disaat kuliah.
3. Menikah saat kuliah rawan “mrotol”/OD (Out Dewe)
[lihat.co.id] - Apakah menikah menyebabkan mrotol kuliah? Ah, yang benar saja? Memang, beberapa mahasiswa tertentu ada yang “mrotol” (berheti) sebelum wisuda. Sepengetahuan saya, mahasiswa yang mrotol saat kuliah biasanya atas dasar permintaan pasangannya. Bukan karena pernikahannya. Beberapa teman saya yang mrotol karena menikah disebabkan permintaan suaminya. Atau karena kemauannya sendiri karena merasa terlalu terbebani.
Padahal disisi lain juga masih banyak yang bisa melanjutkan kuliah sampai selesai walaupun harus mengurus rumah tangga. Contohnya sangat banyak. Bahkan kakak kelas saya bisa menyelesaikan skripsinya lebih cepat dibandingkan dengan teman-temannya yang belum menikah. Termasuk teman-teman
saya sekelas pun juga masih banyak yang melanjutkan kuliah pasca menikah. Bahkan beberapa ada yang sudah melahirkan dan tetap kuliah. Jadi bukan menikah yang membuat kuliah terhenti. Hal itu lebih disebabkan kemauannya sendiri dan permintaan pasangan maupun keluarganya.
4. Menambah beban pikiran
[lihat.co.id] - Ini adalah mitos yang seringkali menimbulkan keraguan ketika ingin menikah saat kuliah. Padahal menurut fakta, menikah bisa meringankan beban pikiran. Logika sederhananya, apakah masalah yang ditanggung sendiri sama dengan ketika ditanggung berdua? Pasti beda. ketika dia sudah memiliki pasangan yang syah, maka dia akan
bebas bercerita dan melam1371271916536943019piaskan emosinya kepada pasangannya. Sehingga beban pikiran yang dimilikinya bisa lebih ringan. Apalagi jika pasangannya turut memberi solusi dengan arif dan bijaksana. Justru ketika masih singgel, beban pikiran akan semakin berat karena ditanggung sendirian. Karena itulah orang yang masih singgel rawan galau karena tidak menemukan tempat pelampiasan curahan hati yang pas dengan dirinya. Dengan adanya pasangan hidup yang mencintainya,
beban pikiran yang menumpuk bisa lebih ringan. Akan berbeda jika beban itu dibantu dengan orang lain. Jadi sebenarnya, menikah itu justru meringankan beban pikiran. Bukan menambah beban pikiran. Setelah menikah, rasanya pikiran lebih ringan karena ada yang membantu meringankan” ujar Intan saat diwawancarai. Dia teman sekelasku yang sekarang masih kuliah di semester akhir.
5. Sulit mengatur waktu atau jadwal.
[lihat.co.id] - Ini juga merupakan mitos. Waktu tidak bisa diatur. 1 jam=60 menit, 1 hari = 24 jam, 1 minggu = 7 hari, 1 bulan = 4 minggu, 1 tahun = 360 hari. Waktu itu tetap seperti itu sampai kapanpun. Sebenarnya bukan kita yang mengatur, melainkan diri kitalah yang harus pandai mengatur diri agar bisa menyesuaikan waktu untuk agenda-agenda yang ingin dilakukan.
Sulitnya mengatur waktu tidak disebabkan karena menikah. Bahkan seringkali saya temui, orang sudah menikah waktunya akan terpakai sangat efektif. Karena pasti dia akan memikirkan agar waktu yang tersedia tidak terbuang sia-sia karena ada tanggung jawab yang diembannya. Sangat berbeda dengan seorang yang masih lajang. Ketika lajang pikiran akan tereasa bebas karena tidak ada tanggung jawab apapun sehingga waktu yang dia miliki cenderung digunakan untuk bersenang-senang.
Itulah mengapa, salah satu manfaat menikah di usia dini adalah mempercepat proses kedewasaan. Dengan demikan waktu yang dipakai akan jauh lebih efektif dan produktif. Pengakuan teman dekat saya yang sudah menikah saat kuliah menyampaikan bahwa dia semakin disiplin dalam mengisi kegiatan sehari-hari. Sangat berbeda ketika dia masih lajang yang seringkali melakukan hal-hal kurang bermanfaat. Maka benarlah apa yang disampaikan Rasul bahwa menikah dapat memperbaiki akhlak dan melapangkan rezeki.
Itulah sekelumit mitos-mitos pernikahan saat kuliah. Sebenarnya masih banyak mitos yang perlu dikaji kembali. Pada intinya, dalam segala hal yang kita putuskan hendak lah berdasarkan fakta yang terjadi disekitar kita. Banyak orang yang selalu mengedepankan emosi dan prasangka ketika mengambil keputusan ketimbang melihat realita yang ada.
Sulitnya mengatur waktu tidak disebabkan karena menikah. Bahkan seringkali saya temui, orang sudah menikah waktunya akan terpakai sangat efektif. Karena pasti dia akan memikirkan agar waktu yang tersedia tidak terbuang sia-sia karena ada tanggung jawab yang diembannya. Sangat berbeda dengan seorang yang masih lajang. Ketika lajang pikiran akan tereasa bebas karena tidak ada tanggung jawab apapun sehingga waktu yang dia miliki cenderung digunakan untuk bersenang-senang.
Itulah mengapa, salah satu manfaat menikah di usia dini adalah mempercepat proses kedewasaan. Dengan demikan waktu yang dipakai akan jauh lebih efektif dan produktif. Pengakuan teman dekat saya yang sudah menikah saat kuliah menyampaikan bahwa dia semakin disiplin dalam mengisi kegiatan sehari-hari. Sangat berbeda ketika dia masih lajang yang seringkali melakukan hal-hal kurang bermanfaat. Maka benarlah apa yang disampaikan Rasul bahwa menikah dapat memperbaiki akhlak dan melapangkan rezeki.
Itulah sekelumit mitos-mitos pernikahan saat kuliah. Sebenarnya masih banyak mitos yang perlu dikaji kembali. Pada intinya, dalam segala hal yang kita putuskan hendak lah berdasarkan fakta yang terjadi disekitar kita. Banyak orang yang selalu mengedepankan emosi dan prasangka ketika mengambil keputusan ketimbang melihat realita yang ada.
Menikah saat kuliah menurut beberapa orang memberatkan, tapi juga banyak orang yang telah membuktikan kesuksesannya ketika menikah disaat kuliah. Semuanya kembali pada pribadi masing-masing. Jika ada dua contoh, yang satu gagal, dan yang satu berhasil, mengapa harus memilih yang gagal jika berhasil itu lebih enak dan membahagiakan. Putuskanlah berdasarkan olah pikir dan hati. Bukan nafsu.
Dengan bekal ilmu, wawasan, kedewasaan, serta kebijaksanaan, kita akan melihat banyak hal-hal yang jarang terilhat oleh kebanyakan orang. Apapun keputusan yang diambil berdasarkan emosi, akan berakhir pada sebuah penyesalan panjang. Namun sebaliknya, jika keputusan dilandasi dengan ilmu dan wawasan yang luas, serta kebijaksanaan, maka akan berbuah pada keputusan yang membahagiakan dan menentramkan. Karena itulah, kita diwajibkan untuk selalu belajar seitap saat. dimanapun, kepada siapapun, sampai kapanpun.