Mata Internet Dunia: 7 Kisah Mengharukan Korban Penembakan "Aipda Sukardi" -
Aipda Sukardi tewas ditembak pria tak dikenal di depan Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Jakarta, Selasa, 10 September 2013. Kepergiannya jelas menimbulkan duka bagi keluarga dan kerabat terdekat. Kenangan soal sosoknya pun disampaikan.
Dari penuturan keluarga, ada tujuh cerita tentang sosok Sukardi. Kisah yang disampaikan jelas membuat haru.7 Cerita Tentang Aipda Sukardi yang Membuat Haru,dikutip dari News.detik:
1. Sosok Pendiam
[lihat.co.id] - Istri dan anak mengenal sosok Aipda Sukardi sebagai seorang pendiam. Sukardi tak pernah mau bicara soal masalah yang menderanya.
"Ayah memang pendiam, dia suka cerita pengalaman hidup dia, dulu juga cerita susahnya di kontrakan. Dia cerita susahnya dulu hidup sama ibu mulai dari nol," ujar anak Sukardi, Dita, dengan mata berkaca-kaca.
Suasana duka sangat terasa saat Dita bicara soal ayahnya. Kini, Sukardi sudah dimakamkan.
2. Sempat Hidup Susah
[lihat.co.id] - Tirtasari (44) menikah dengan Aipda Sukardi sejak tahun 1992. Dia bercerita tentang masa sulit sang suami ketika masih berpangkat tamtama.
Menurut Tirta, perjalanan hidupnya dengan Sukardi pahit. Mereka sempat mengontrak rumah satu tahun. Lalu pada tahun 1993, baru bisa tinggal di asrama.
Sukardi lulus dari pendidikan polisi pada tahun 1990. Lalu melanjutkan pendidikan Sekolah Calon Bintara pada tahun 1996.
"Baru setelah itu lulus jadi Bripda. Setiap tiga tahun sekali naik pangkat, jadi Bripka sampai sekarang," imbuhnya.
Sukardi meninggalkan tiga anaknya yang masih bersekolah. Dita Kardina (19) kini masih kuliah di STMT Trisakti jurusan Manajemen Transportasi Udara, Devi Novita (16) di SMP Setia Bhakti dan Muhammad Adi Wibowo (8) SD 03 Pagi Cipinang.
3. Jaket Kulit Hitam Terakhir
[lihat.co.id] - Tirtasari (44) tak kuasa menahan haru ketika mendengar kabar suaminya, Aipda Sukardi, tewas ditembak. Ibu tiga anak itu teringat sebuah jaket kulit hitam terakhir yang disiapkan untuk sang suami.
"Pagi itu udah saya siapin jaket sebelum Bapak berangkat, jaket kulit hitam," kata Tirtasari.
Tirta juga sempat merasakan firasat tak lama sebelum insiden penembakan. Sore itu, dia merasa tubuhnya tiba-tiba linu. Lalu saat mencoba menghubungi Aipda Sukardi, ponselnya mati.
4. Ayah Bangun!
[lihat.co.id] - Putri kedua Aipda Sukardi, Devi Novita (16), menangis histeris di depan jenazah ayahnya. Devi ditenangkan untuk dibawa keluar dari ruangan jasad ayahnya disemayamkan. Namun Devi berbalik arah dan berlari kecil menuju peti jenazah ayahnya dibaringkan. "Ayah bangun! Ayah bangun!" teriak Devi.
Devi lalu membuka kain kasa yang menutupi jasad ayahnya, kemudian mengusap-usap wajahnya. Air matanya menetes. Beberapa kerabat dan tetangga menenangkan Devi.
Pemandangan memilukan itu terjadi di Aula Musik Asrama Polri, Cipinang Besar, Jakarta Timur, Rabu (11/9/2013) kemarin.
Sang ibu yang juga istri Sukardi, Tirtasari (44), menenangkan putri keduanya itu. "Devi, sudah Devi, Bapak sudah pergi. Devi tadi kan janji nggak mau nangis lagi, janji kuat," nasihat ibunya.
Devi mendorong-dorong ibu dan keluarganya yang mencoba menariknya menjauhi peti. Suara tangis Devi memenuhi ruangan, membuat sejumlah pelayat terharu melihat kepolosan Novi.
5. Ngawal karena Butuh Uang
[lihat.co.id] - Aipda Sukardi berpenghasilan Rp 5 juta sebulan. Untuk membiayai kehidupan sehari-hari, menurut sang istri Tirtasari, tak cukup. Anak pertama mereka berkuliah di jurusan Manajemen Trisakti, yang kedua duduk di bangku SMP, dan yang ketiga masih SD.
"Gaji Rp 5 juta mana cukup sih, Mas. Bapak cari tambahan dari ngawal-ngawal," jelas Tirtasari.
Kebetulan, pada Selasa (10/9) sore itu Sukardi dapat pekerjaan mengawal, yang dikawal bahan bangunan. Tirtasari menyebut proyek itu didapatkan dari keponakannya.
Berseragam lengkap, membawa pistol, dan tongkat senter pengatur lalu lintas, Sukardi menaiki motornya, Honda Supra. Dia berdiri di depan rombongan 6 truk yang bergerak dari Priok menuju kawasan Kuningan.
"Dia bilang, anak-anak lagi butuh uang, apalagi anak pertama lagi baru kuliah," terang Tirtasari dengan berlinang air mata.
6. Dekat dengan Sang Anak
[lihat.co.id] - Dita Kardina Putri (19 tahun) mengenal Aipda Sukardi sebagai sosok ayah yang sangat tegas. Tapi ketegasan itu bukan berarti menghilangkan kedekatan emosional Dita dengan Sukardi.
"Ayah nggak ada masalah dengan siapa pun. Biasanya Ayah suka curhat sama aku, Ayah nggak cerita sama Ibu, ngomongnya sama aku, baru nanti aku yang cerita ke Ibu," tutur putri pertama Sukardi ini.
Sukardi sering berpesan kepada anak-anaknya agar fokus pada sekolah. Namun jika tidak menggangu pendidikan, Sukardi tidak melarang.
"Pacaran nggak boleh, harus utamain sekolah dulu," ujar mahasiswi Universitas Trisakti semester III ini.
Kenangan terakhir yang bakal diingat Dita adalah kejadian dua hari lalu. Saat itu dia bangun kesiangan di saat waktunya salat subuh.
"Sama ayah dibangunin, kakinya digelitikin, 'Jangan lupa salat subuh'....," kata Dita yang tidak kuasa kembali menahan kesedihannya.
7. Kontak Terakhir dengan Adik
[lihat.co.id] - Kematian Aipda Sukardi menyisakan duka mendalam bagi keluarga besarnya di Kelurahan Kedungwaru, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Sebab, tak lama sebelum ditembak, sang anggota provos sempat mengontak adiknya.
Keluarga besar Aipda Sukardi di Tulungagung mengetahui peristiwa penembakan itu dari pemberitaan. Keluarga terkejut karena sore hari sebelum penembakan, almarhum sempat berkomunikasi via telepon dengan Briptu Supriadi, adik kandungnya yang bertugas di Polsek Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung.
"Sorenya sebelum peristiwa penembakan itu, Pak Sukardi sempat telepon suami saya," kata Sukarti, adik ipar almarhum Aipda Sukardi.
Menurut Sukarti, tidak ada pembicaraan serius yang dikatakan Sukardi pada suaminya. Seperti biasa, Sukardi hanya menanyakan keadaan keluarga di Tulungagung.
"Pak Sukardi, oranya baik dan tak punya musuh," imbuh Sukarti dengan mata berkaca-kaca.